Thursday, September 20, 2007

Korban Gempa Tetap Puasa, Sahur Dengan Mie Instan

Ice memang hanya seorang ibu rumah tangga, namun dia tinggal bersama seluruh keluarga besarnya yang terdiri dari kedua orang tuanya, tiga saudara, suami, serta seorang buah hati kesayangannya. Sehingga seluruh pekerjaan rumah dikerjakannya sendiri. Sementara anggota keluarga yang lain beraktivitas. “Amak karajo di sawah urang, apak buruah lo nyo ni, laki awak sopir angkot Siteba.

Kami sadonyo saling mencukupi se, kalau indak ado pitih yo samo-samo indak makan,” tutur Ice sambil menyikat rambut Susan (3) anaknya. Kejadian pahit itu berawal Rabu(12/9) sore, saat gempa berkekuatan 7,9 skala richter yang berpusat di Bengkulu turut menghoyak Kota Padang dengan dahsyat. “Gampo pertama tu rumah awak ratak-ratak se nyo ni, tapi awak lah cameh juo jadinyo,” ujar Ice saat Padang Ekspres mengunjunginya. Sesaat setelah gempa Ice dan keluarga besarnya membentangkan tenda ala kadarnya di depan rumah mereka. “Walaupun lanyah dek aia hujan, kami tetap bertahan di lua rumah, dek karano takuik gampo baliak,” kata Ice.

Pasrah: Ice bersama adiknya pasrah berdiri di depan rumahnya yang hancur di Kuaropagang.


Namun karena kasihan pada si kecil, Ice memutuskan kembali ke kamarnya yang sebagian dindingnya sudah retak-retak. Dan terlelaplah Ice masih dengan perasaan was-was. Dan ketika gempa keesokan paginya kembali mengguncang, Ice yang masih terlelap, langsung di gendong oleh sang suami, diiringi tangisan histeris Susan. “Untuang uda wak jago dan langsuang mandukuang awak jo Susan, kalau indak, awak jo anak awak lah mati tahimpik dindiang kamar nan rubuah. Soalnya bara datiak wak kalua kamar, kamar langsuang rubuah dan rato jo tanah dek gampo tu,” terang Ice yang langsung di peluk Susan karena bocah itu sangat trauma mendengar kata gempa.

Sebenarnya rumah tersebut akan diruntuhkan saja, namun karena ada aliran listrik, maka niat keluarga Ice tersebut terpaksa dibatalkan. “Bialah kami bertahan di lua dulu, atau basampik-sampik di kamar kayu sabalah ko, agak tanang juo jadinyo,” kata Ice. Ya…Susan dan Ice masih sangat beruntung karena berhasil lolos dari maut. Namun penderitaan mereka tidak cukup sampai di situ saja. Kini Ice dan keluarganya kalimpasingan memikirkan biaya hidup sehari-hari. Karena sejak musibah gempa itu, perekonomian keluarga Ice menjadi kacau.

“Antahlah ni, ka baa nasib keluarga awak bisuak, sampai kini se bantuan masih saketek, sahur jo babuko se tapaso pakai mie instant pembagian sembako,” (entahlah, bagaimana nasib kami besok... bantuan sampai saat ini masih sedikit. Kami terpaksa sahur dan berbuka dengan mie instan) ujar Ice, sesaat kemudian Ice termenung dan matanya berkaca-kaca sambil terus membelai rambut sebahu Susan. Memang nasib manusia tidak bisa ditebak dan begitulah Ice. Dia hanya mampu menengadahkan tangan meminta perlindungan sang Khaliq. Dan tetap berusaha sekuat tenaga menjalani hidup bersama-sama keluarga tercintanya, walau dengan segala keterbatasan

No comments: